Asyiknya Liburan Ke Kampung Halaman Mas Guntur di Pandeglang

Jumat, 30 Maret 2012

| | | 0 komentar
Awal bulan Maret 2012, temen-temen kantor gw sudah punya rencana untuk vacation pada tanggal 23 Maret 2012. Ide rencana liburan adalah gw dan Mba Tyas. Tapi, sayangnya masing-masing temen kantor Berbeda-beda keinginan untuk liburannya, seperti: Mba Tyas berencana liburan ke Cibodas sambil menikmati Bunga Sakura yang berguguran, Gw dan Nebrow berencana liburan ke Bandung sedangkan Hety berencana liburan ke Dufan.

Daripada pusing-pusing berbeda keinginan alias tidak satu tujuan liburannya maka Gw dan Mba Tyas mengumpulkan anak-anak untuk bermusyawarah dengan maksud Problem solving. Kita berkumpul di dekat mushola kantor KPI lantai 6 dan berakhir sepakat untuk liburan ke Cibodas sambil memandangi Bunga Sakura yang berguguran. Soal armada mobil pakai mobil Mba Tyas.

Beberapa Minggu kemudian, rencana berubah lagi karena Mba Tyas mengajak kawan-kawan liburan ke Pandeglang (kampung halaman Mas Guntur). Mba Tyas sudah berbicara dengan Mas Guntur “ada apa aja di Pandeglang???.” “Disana kita bisa mancing, makan ikan bakar dan ke pantai.” Jawab Mas Guntur. Kalau gw sih ok,ok aja. No Problemo!!!. “Tapi anak-anak yang lain bagaimana yah???”. Pertanyaan gw dalam hati. Alhamdulillah yah sesuatu, ternyata anak-anak juga setuju pendapat dari Mba Tyas.
Tanggal 22 Maret 2012, gw masuk pagi tukeran shift sama Fate karena doi lagi ke luar kota, biasa pengantin baru. Honeymoon gitu loh!!. Tak lupa gw jemput Mba Tyas ke rumahnya untuk pergi bareng ke Kantor. Jam sudah menunjukkan 12 siang waktunya pulang kantor. Sebelum gw nganterin doi ke rumahnya kita mampir dulu untuk beli kue lapis legit di dekat rumah doi buat oleh-oleh Mas Guntur. “Id, kira-kira beli kuenya 1 atau 2 ???”. Tanya Mba Tyas. “ Gimana kalo 2 aja. Soalnya, ntar gw mau beli kue Amanda 2 di Mercubuana”. Jawab gw. “ok deh!”. Jawab Mba Tyas.
 
            Sesampai di rumah Mba Tyas, gw pulang ke rumah untuk rehat sejenak karena cuaca panas banget. “Mungkin, Nanti sore aja deh beli kue Amandanya.” Pikir gw. Tak berasa sore pun tiba. Gw beli Kue Amanda, qetela singkong, kacang garuda dan silver queen 2, satu untuk pembokat dan satu lagi untuk Hety di Pandeglang (hehehehe, So sweet).

            Malam hari sekitar pukul 21:30 gw bergegas untuk ke rumah Mba Tyas karena nanti anak-anak pada berangkat dari rumah Mba Tyas. Lama menunggu anak-anak di rumah Mba Tyas, akhirnya anak-anak yang di tunggu datang juga dan Pak H. Royhan bersama anak dan istrinya ikut juga ke pandeglang dengan membawa mobil sendiri.

Waktu menunjukkan 23:00 wib lewat. Berangkatlah kita ke Pandeglang dan yang mengendarai mobil adalah Mas Budi. Di mobil, kita Bercanda ria, saling main ceng-cengan dan tertawa terbahak-bahak. Mobil melaju begitu cepatnya sehingga kita tak terasa sudah keluar dari tol tapi sebelumnya kita sempat rehat sejenak di Pom Bensin Cikupa sembari foto-foto. Kini, kita memasuki hutan-hutan yang begitu lebat. 

“Kalian, berdoa aja yah memasuki daerah hutan ini karena Pandeglang itu masih provinsi Banten, masih banyak mistik di sini. Lagi itu aja gw sama Guntur pernah dengar suara orang lagi nyanyi padahal kaga ada yang nyanyi ketika gw memasuki hutan ini.” Ucap Mas Budi. Serentak itu pula anak-anak cewek pada ketakutan. “iihh, uda donk Mas Bud, bikin orang jadi parno aja!.” Tutur Yuni (temen gw cewek yang paling takut gelap dan hantu). “Loh, aku serius.” Jawab Mas Budi. Semakin menelusuri hutan paling dalam, tiba-tiba gw dengar suara sinden lagu Jawa secara sekilas. Bulu kuduk gw merinding, hormon andernalin gw naik, jantung gw berdetak kencang dan hampir saja gw mengeluarkan air mata karena ketakutan.

“MAaaas BuUUD, maO tAaAnya deEEH, MmmassS Bbbud, MAAoooo TaYa dEh!!.” Tanyaku dua kali sambil terbata-bata. “Iya mao tanya apa??”. Jawab anak-anak secara bersamaan. “Tadi Aku denger sinden lagu Jawa, kalian pada denger ga??”. Tanyaku ke anak-anak. “Gaa!!.” Jawab anak-anak. “Makanya, gw khan dah bilang, kalian baca-baca doa tapi kalian masih bercanda aja”. Ucap Mas Budi. “Perlu saya nyanyiiin ga, Mas Bud??”. Tanyaku. “Gaaa!!!”. Jawaban serentak dari anak cewek. Alhamdulillah, sampai juga di rumah Mas Guntur sekitar jam setengah 2 pagi lewat. Kita disuguhi ikan bakar, nasi, soup ayam, sambel kacang. Wah Mantap deh!!. 

Pagi hari tanggal 23 maret 2012. Mancing di rumah Nenek Mas Guntur. Rumahnya memang lumayan besar bak asrama. Di belakang rumahnya terdapat empang ikan dan sawah. Rumah Neneknya juga di tempatin untuk mahasiswa-mahasiswi yang sedang KKN (Kuliah Kerja Nyata). Kemarin malam, kita juga tidur disini. Habis mancing, kita makan siang dengan lauk ikan yang kita pancing. Wiihh ajib banget deh!!. 

“Allaaaahu Akbar, Allaaaaahu Akbarrrr”. Suara muadzin terdengar. Waktunya kita sholat Jumat dulu bagi kaum pria. Jarak rumah Nenek Mas Guntur begitu dekat dengan Masjid yah ibarat cuman jalan tujuh langkah doank. Ada hal yang harus dikritisi di Masjid Nenek Mas Guntur yaitu tentang ceramahnya berbahasa Arab. Kenapa mesti berbahasa Arab??? Sedangkan makmunnya adalah orang-orang Indonesia yang mayoritas fasih berbahasa Indonesia dibandingakan berbahasa Arab. Padahal Rasulullah saw mengajarkan kepada umat-umatnya agar bebicara sesuai dengan bahasa yang di mengerti. Hal ini senada dengan hadisnya yaitu “Aku berbicara sesuai dengan bahasa yang dimengerti”. (Sabda Rasulullah).

Sholat Jumat selesai, kita pun langsung go to Anyer Beach dengan membawa 2 mobil. Satu mobil Kijang milik Mba Tyas yang isinya dihuni oleh Eko, Mas Budi, Mba Tyas, Hety, Yuni, Andre, Ame dan gw sedangkan mobilnya yang satu adalah Avanza milik Pak Haji Royhan yang isinya keluarga Pak Haji (istri dan dua anaknya) dan Mas Guntur, istri, adik ipar dan keponakannya.

Di sana kita berfoto-foto narsis, bercanda, bermain bola, makan ikan bakar lagi. Ada hal yang bikin kita ngakak yaitu saat anak-anak berfoto di saung. Gw dari jarak jauh berlari ke saung dengan maksud join sama anak-anak yang lagi foto-foto di saung. Ketika gw naik saung memang terdengar suara Krek, krek tapi tidak ada yang aneh alias berjalan seperti normal. Namun, ketika Mba Tyas memanggil saya agar pindah posisi di samping Hety. Belum kaki gw melangkah di samping Hety. Tiba-tiba saungya ambruk. Gw dan anak-anak ketawa ngangkak. Ya sudah foto-fotonya ga dilanjutkan lagi karena ada kesalahan teknis, sekian dan terima kasih. Hihiihihiihihiihhii.

Nangkep ikan kecil-kecil di pinggir pantai bersama anaknya Pak Royhan sudah dilakukan, bermain bola di pantai sudah, makan ikan bakar juga sudah dilakukan. Apalagi berfoto-foto narsis pastinya ga pernah dilupakan moment yang satu ini. Jadi, apanya donk aktivitas yang belum dilakukan. Hmmmhmhmh, apa yah??? Kasi tahu ga yah??. Hehehehehe. Juzt kidding. Aktivitas yang belum dilakukan adalah naik perahu. Ini dia moment yang paling gw suka. Perahunya begitu kecil, panjang, tidak lebar, kiri-kanan terdapat penyeimbang bak dua sayap pesawat terbang dan di atasnya terdapat atap yang berbahan terpal .

Penumpang yang pertama naik ke perahu adalah Mas Guntur, di ikuti Ame, Hety, Yuni, Mba Tyas, Lina (adik iparnya Mas Guntur). Ketika, Lina menaiki perahu. Ku meraih tangannya untuk membantunya naik ke perahu. Memang sejak gw turun dari mobil. Gw merasa ada Chemistry antara gw dan dia. Gw memandang dia dan dia pun menoleh ke gw dengan malu-malu. Sejak itulah, Gw pun meminta izin kepada Mas Guntur untuk berkenalan dengan Lina. Kulit Lina memang seperti kebanyakan orang-orang Sunda yaitu Putih bersih tapi khusus untuk Lina. Dia dihiasi oleh tahi lalat yang menempel di bibirnya.

Ahhh, kenapa sih omongannya mengarah ke adik iparnya Mas Guntur???. Lalu bagaimana cerita seru-seruan di Perahu???. Ok, kita lanjutkan ceritanya. Para penumpang sudah semuanya menaiki perahu. Ada 12 penumpang yang menaiki perahu yang begitu kecil, panjang dan sempit (tidak lebar) yakni Mas Guntur, Ame (mereka berdua duduk di pojok paling depan kepala perahu), Hety dan Yuni (duduk di bangku pertama di depan), Lina dan keponakannya yang masih bocah laki-laki (duduk di tengah dengan posisi menghadap berlawanan ke belakang ), gw dan Mba Tyas (duduk menghadap di bangku urutan kedua di belakang dengan posisi menghadap berlawanan ke belakang), Eko (sebagai pendayung duduk di bangku pertama di belakang), kemudian Pak Royhan duduk di belakang paling pojok sembari menggendong anaknya yang masih balita. 

Karena perahu yang kita tumpangi tanpa mesin dan juga tanpa layar angin hanya bermodalkan dorongan tenaga seorang bapak tua yang empunya perahunya tapi sayang sekali di dorong tetap saja tidak bisa bergerak karena penumpangya ada 12. Untungnya Mas Budi dan Andre membantu yang empunya perahunya. Perahu pun bisa di dorong. Namun, kita merasakan perahunya goyang kiri dan kanan disebabkan tidak seimbang alias kelebihan muatan dan menabrak karang sehingga anak-anak cewek pada ketakutan dan berteriak-teriak. Di saat itulah dari belakang pinggang saya. Saya merasakan sesuatu. Yah sesuatu itulah tangan dari Lina yang memegangi pinggang belakang saya sampai ke perut. Satu hal yang perlu di pertanyakan kenapa Lina memegang pinggang belakang saya???. Apa mungkin karena dia ketakutan???. Kalau Seandainya ketakutan Dia bisa memegangin badan perahu di sampingnya atau memegangin Mba Tyas yang ada di depannya. Kenapa harus memegang pinggang belakang saya yang posisinya jauh dari dia???.

Ahh, sudahlah tidak usah dipikirkan. “Tolong di bantu yah!!.” Teriakku. “Sudah Saidddd jangan berisik!!!!, Diem aja!!.” Sahutan kasar dari Mba Tyas yang wajahnya begitu terlihat pucat karena ketakutan. Walaupun, perahu yang kita tumpangin goyang ke kiri dan ke kanan masih sempat-sempatnya kita narsis berfoto ria. Perahu sudah menepi di daratan menandakan selesailah petualangan sinbad kita. “hmmmmm, kenapa perahunya di dorong tidak sampai ke tengah laut, khan lebih seru kalau sampai ke tengah laut????.” Pikirku dalam hati. Memang perahu yang kita tumpangi tidak sampai ke tengah-tengah laut hanya di pinggir-pinggir pantai saja.

“Selamat tinggal Pandeglang.” Itulah ungkapan terakhir ku di pesisir pantai karena setelah ini kita akan pulang ke Jakarta. Namun, kita harus pamit terlebih dahulu di rumah Mas Guntur bersama keluarganya dan tak lupa juga membawa oleh-oleh empink manis khas Pandeglang yang di belikan oleh Mas Guntur untuk dibagikan ke anak-anak. Jakarta Aku Kan Kembali.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ